JAKARTA, KOMPAS.COM — MUMPUNG masih hangat dan menjelang liburan akhir tahun, layak saya ingatkan pada warga Jakarta yang bingung hendak menghabiskan waktu libur ke mana. Ada 12 jalur wisata pesisir di Jakarta Utara yang bisa dipilih untuk dinikmati. Setidaknya dari hasil kunjungan itu, Anda bisa memberikan masukan pada pemerintah setempat akan apa yang masih kurang dan masih harus ditingkatkan/diadakan.
Adalah Bambang Sugiyono, walikota Jakarta Utara, yang nekat mengemas dan meluncurkan 12 jalur wisata pesisir. “Kalau nunggu kami siap, kapan siapnya. Jalan aja dulu, sambil kami kerjakan. Kalau sudah jalan kan semua pihak mau enggak mau tergerak untuk mendukung. Memang, kami juga harus merangkul, memperkenalkan, menjelaskan ke warga bahwa kalau program ini jalan, mereka juga yang akan menikmati hasilnya,” papar Bambang beberapa waktu lalu. Intinya, ia ingin meningkatkan perekonomian Jakarta Utara melalui potensi wisata, khususnya wisata pusaka (heritage tourism), yang selama ini tak tergarap.
Lantas mana saja 12 jalur wisata pesisir itu? Taman Suaka Margasatwa Muara Angke, di mana pengunjung bisa melihat vegetasi mangrove, biawak, ular dan kera.
Sentra Perikanan Muara Angke, kini beken sebagai tempat penjualan ikan segar dan ikan bakar. Di sini terdapat pusat kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) dan permukiman nelayan. Muara Angke ini punya sejarah panjang, setidaknya sejak abad 16. Nama Angke diambil dari Tubagus Angke, panglima perang Kerajaan Banten.
Kawasan Sunda Kelapa, ada empat lokasi yang bisa didatangi. Tentu saja Pelabuhan Sunda Kelapa sebagai cikal bakal kota Jakarta. Lokasi ini sangat ramai diserbu di pagi hari atau di sore hari karena kapal kayu yang berjejer di sana dipadu langit cerah menjadi latarbelakang yang indah untuk berfoto. Tak jauh dari sini, ada Museum Bahari yang di abad 17 merupakan gudang rempah. Kini gudang itu berisi koleksi kebaharian dan kenelayanan. Selain itu, tembok bagian depan museum ini tak lain adalah bagian dari tembok Kota Batavia sisi barat yang masih tersisa.
Sebelum masuk ke Museum Bahari, ada menara miring yang sejatinya adalah Menara Syahbandar, yaitu menara pemantau kapal yang keluar masuk Kota Batavia. Menara ini dibangun di abad 19, tepatnya 1839. Di seberang menara ini berdiri megah bekas galangan kapal VOC yang usianya jauh lebih tua dari Menara Syahbandar. Bangunan bekas galangan kapal itu dibangun tahun 1628 dan kini menjadi gedung Galangan VOC. Tempat ini pernah menjadi kafe dan restoran, namun karena akses ke lokasi ini yang tak kunjung dibenahi maka gedung ini kini lebih banyak hidup dari penyewaan tempat untuk pernikahan, pesta, kursus bahasa Mandarin dan kursus alat musik tradisional Tionghoa.
Dari Museum Bahari, masuk lebih ke dalam di antara perkampungan kumuh, ada kampung tua bersejarah, Kampung Luar Batang. Kampung ini didirikan oleh mujahid Islam yang hijrah dari Hadhramaut, Yaman Selatan, pada sekitar tahun 1716-1756. Ia meninggalkan masjid dan makam yang dianggap keramat. Di masa VOC tempat ini adalah lokasi pemeriksaan barang sebelum masuk ke Pelabuhan Sunda Kelapa.
Tujuan lainnya adalah Stasiun Tanjungpriuk yang dibangun pada 1914. Di sini ditemukan bunker yang diperkirakan menghubungkan antara stasiun dan pelabuhan Tanjungpriuk. Dari stasiun, ada kampung tua lainnya, Kampung Tugu. Di kampung inilah Keroncong Tugu berawal. Warga di sana punya nama unik, nama-nama Portugis. Pasalnya, kampung itu di abad 17 menjadi tempat budak dan tawanan VOC yang dimerdekakan, dan rata-rata mereka berkebangsaan Portugis.
Kampung Marunda, tak jauh dari Kampung Tugu, ada rumah panggung yang dipercaya sebagai rumah orang kaya Marunda yang dirampok Pitung, ada pula yang percaya di rumah itu Pitung pernah tinggal. Tak jauh dari rumah itu ada Masjid Al Alam yang didirikan Fatahillah setelah mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa. Lelah menikmati kekayaan pusaka Jakarta Utara, ada tempat makan dan belanja di Kelapa Gading dan Mangga Dua. Taman Impian Jaya Acnol dan Bahtera Jaya Ancol juga merupakan bagian dari 12 wisata pesisir. Wisata religius dalam 12 wisata pesisir dipusatkan di Jakarta Islamic Centre, yang berdiri di atas lahan bekas lokalisasi Kramat Tunggak. WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto
(Sumber KOMPAS.COM, 1 Desember 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar